Hukum Menelantarkan Istri Dan Anak - Anak Dalam Islam


Menikah hanya karena nafsu belaka yang tanpa mengenal kepribadian mudah terjadi perceraian. Jangan sampai hanya karena emosi jiwa dan ego terjadi perceraian dalam rumah tangga. Jika terjadi perceraian masing - masing pihak baik suami maupun istri masih ada hak dan kewajiban yang harus diperhatikan dalam Islam.

Oleh karenanya sebelum berumah tangga hendaknya berusaha mengenal kepribadian masing - masing pasangan dengan baik (bertaaruf) jangan hanya karena nafsu belaka. Baca juga, Aturan Pergaulan Laki Laki Dan Perempuan Yang Penting Diketahui Menurut Islam.

Jika ingin bercerai hendaklah dipikirkan matang - matang sebab akibatnya karena memiliki rumah tangga baru belum tentu lebih baik dari rumah tangga sebelumnya.

Syukurlah dalam Islam sudah ditata aturan secara bijaksana dalam kehidupan berumah tangga diantaranya kewajiban suami menafkahi keluarganya dan kewajiban istri menyusui anaknya sebagaimana dalam surat Al Baqarah : 233

Dan Ibu-ibu hendaklah  menyusui anak - anaknya selama dua tahun penuh bagi yang ingin menyusui secara sempurna. Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut...

Pernikahan dalam Islam adalah ladang menambah amal baik suami maupun istri yang masing - masing mempunyai hak dan kewajiban secara material maupun spiritual. Seorang suami yang tidak memberikan nafkah lahir maupun batin dalam waktu 6 bulan dianggap sudah menceraikan istri dan istripun bisa menggugat cerai untuk sah menikah lagi di pengadilan agama.

Dengan demikian masing - masing suami maupun istri tidak bisa mempermainkan hak dan kewajiban mereka yang dapat merugikan salah satu pihak atau kedua belah pihak. Sebagaimana firman Allah SWT dan hadits Nabi Muhammad SAW berikut:

Bagi orang meng-ila (murka kpd istri tdk mencampuri) istrinya harus menunggu empat bulan. Kemudian jika mereka kembali kepada istrinya maka sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (Al Baqarah : 226)

Dan orang - orang yang mati diantara kamu serta meninggalkan istri - istri hendaklah mereka (istri -istri) menunggu empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah sampai akhir idah mereka, maka tidak ada dosa bagimu mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al Baqarah : 234) ...
 
Dan Janganlah kamu tahan mereka dengan maksud jahat untuk menzalimi mereka. (
Al Baqarah : 231)


Mulailah memberi nafkah kepada orang yang menjadi tanggunganmu, kalau tidak maka istrimu akan mengatakan nafkahilah aku atau ceraikan aku (HR Bukhori 4936)  
 
Para ulama menyimpulkan batas maksimum istri menunggu suami (tidak dinafkahi lahir maupun batin) adalah 6 bulan karena kemungkinan istri hamil selama penantian dan suami terlambat kembali pulang karena sesuatu hal yang diluar perencanaan serta lamanya urusan di pengadilan.





Seseorang yang ingin berpoligami hendaklah berlaku adil jika tidak dapat berlaku adil maka cukup hanya seorang saja dan takutlah kepada Allah karena setiap apa yang dilakukan akan dipertanggung jawabkan kepada Allah sebagaimana dlm surat Annisa ayat 3. Jika seorang suami berpoligami hendaknya dibuatkan rumah terpisah seperti yang dicontohkan Rosulullah kecuali jika istri - istri ikhlas satu rumah namun harus beda kamar.

Jika seseorang bercerai dan menikah lagi berarti berumah tangga baru, tidak bisa seenaknya mengusir mantan istri dan anak - anak dari rumah karena kemungkinan masih ada hak - hak mereka. Rumah yang berasal dari kehidupan berumah tangga sebelum bercerai wajib dikeluarkan hak mantan istri dan hak anak - anak sebagai tempat berteduh, apalagi mantan istri ikut mencari nafkah.

Kecuali rumah tersebut berasal dari warisan keluarga suami maka yang wajib di keluarkan adalah hanya hak anak - anak supaya tidak terambil oleh istri baru. Kalaulah ingin memberikan sebagian harta kepada mantan istri maka nilainya adalah sodakoh. Selain itu anak - anak wajib dinafkahkan bapaknya hingga mandiri bukan ditelantarkan karena menikah lagi.

Oleh karenanya jika seseorang bercerai kemudian bersama istri barunya menempati rumah yang masih ada hak mantan istri dan anak - anaknya maka dosa besar bagi mereka, yang hukumannya dihimpit bumi sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW dan firman Allah SWT berikut:

"Barangsiapa mengambil sepotong tanah yang bukan haknya, ia kelak akan dimasukkan ke dalam bumi yang ketujuh di hari kiamat" (HR Bukhari)

"Tidaklah kedua kaki seseorang hamba beranjak pada hari kiamat kelak sampai ia ditanya tentang empat hal : diantaranya adalah hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia belanjakan?" (HR Thirmidzi)

Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang bathil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui (Al Baqarah : 188)